KANTOR CAMAT PANAKKUKANG. Saya harus menghabiskan waktu kurang lebih satu bulan untuk mengurus perpindahan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Makassar ke Gowa. Itu pun belum termasuk pengurusan KK dan KTP baru di Kantor Catatan Sipil Gowa. (Asnawin)
-------
Perizinan Gratis di Sulsel? Gayanaji....
Angin reformasi birokrasi sudah lama berhembus, tetapi hembusannya hanya di angkasa, barulah di awang-awang, belum terasa sampai di bawah.
Janji-janji politik Jokowi saat kampanye Pilpres, yang akan mempermudah bahkan menggratiskan perizinan SITU, TDP, SIUP, dan lain-lain, ternyata juga masih berupa janji dan belum menjadi kenyataan.
Pertengahan Maret 2015, saya mengurus perpindahan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Makassar ke Gowa. Saya benar-benar ingin menikmati prosedur birokrasi, maka saya pun mengurusnya dari awal sesuai prosedur.
Pertama-tama saya ke Kantor Camat Panakkukang (Jalan Batua Raya) dengan membawa KK dan KTP, tetapi staf di kantor camat mengarahkan saya ke Kantor Lurah Masale (Jalan Abdullah Daeng Sirua), lalu kembali lagi ke Kantor Camat Panakkukang, kemudian diminta ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Jalan Sultan Alauddin, tak jauh dari perbatasan Makassar - Gowa).
Dari Kantor Catatan Sipil saya diminta kembali ke Kantor Camat dan di kantor camat saya diminta lagi ke Kantor Lurah Masale. Setelah itu, saya kembali ke kantor camat. Setelah semua berkas dinyatakan lengkap, barulah saya ke Kantor Catatan Sipil. Beberapa hari kemudian barulah terbit surat izin pindah KK dan KTP dari Makassar ke Gowa.
Berbekal surat izin tersebut, saya kemudian berangkat menuju Kantor Catatan Sipil Gowa. Setelah melengkapi berbagai kelengkapan yang diminta dan menunggu selama beberapa hari, KK dan KTP saya bersama isteri akhirnya terbit. Waktu yang kami habiskan untuk mengurus dan menunggu, kurang lebih sepuluh hari.
Dengan demikian, saya menghabiskan waktu kurang lebih satu setengah bulan untuk mengurus perpindahan KK dan KTP dari Makassar ke Gowa, sudah termasuk berbagai halangan karena satu lain hal.
Diminta Membayar
Setelah mengantongi KTP Gowa, saya kemudian mengurus SITU dan SIUP perseroan komanditer di Kantor Pelayanan Satu Atap, Gowa.
Saya mengikuti aturan dan prosedur yang ada, mulai dari mengisi berkas, melengkapinya, mengurus pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), meminta tanda-tangan Lurah/Kepala Desa dan Camat setempat (oleh staf, saya diminta membayar uang adiministrasi sebesar Rp50.000), mengurus BPJS Ketenagakerjaan, mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), lalu menyetor berkas di Kantor Pelayanan Satu Atap, Gowa.
Di Kantor Pelayanan Satu Atap Gowa, staf yang melayani saya mengatakan, sebenarnya pengurusan SITU/SIUP tidak gratis, karena ada Perda yang mengatur pembayarannya.
"Kalau Bapak tidak bayar, maka terpaksa kami yang membayarnya, karena ada Perda-nya," kata beberapa staf.
"Tidak apa-apa. Saya akan bayar, kalau memang ada aturannya dan ada tanda terima pembayarannya," jawab saya.
Setelah mereka berunding, mereka kemudian menyodorkan kwitansi dan saya membayar sesuai yang tertera di kwitansi tersebut.
Saya menulis pengalaman ini, bukan untuk melaporkan dan meminta kepada Bupati Gowa untuk menghukum staf pegawai di Kantor Pelayanan Satu Atap, melainkan untuk menyampaikan kepada Gubernur Sulsel, serta para walikota dan bupati se-Sulsel, bahwa apa yang mereka perintahkan, anjuran, peringatan, serta aturan yang ada, belum tentu dilaksanakan oleh staf pegawai di jajaran bawah.
Pengalaman saya ini sekaligus menunjukkan bahwa "pungutan liar" dan "uang terimak kasih", masih membudaya di lingkup pemerintah daerah (SKPD), pemerintahan kecamatan, dan pemerintahan kelurahan/desa.
Entah sampai kapan "budaya" tersebut bertahan, tetapi kita berharap ke depan, budaya itu akan hilang. Mohon maaf kalau saya terpaksa mengatakan: "Perizinan gratis di Sulsel? Gayanaji..." Semoga ucapan seperti ini tidak terlontar lagi. (asnawin)
-------
No comments:
Post a Comment